Jumat, Juli 18, 2008

Mimpi Kali Yee....

Indonesia sempat membanggakan diri untuk menjadi negara sehat di tahun 2010. Entah ini sebagai suatu cita-cita murni, ataukah hanya sekedar batu pijakan agar meng"goal"kan berbagai macam proyek. Ujung-ujungnya masuk kantong.

Tetapi harapan tinggal harapan... beberapa pejabat tinggi sudah angkat bicara masalah ini. Dan sampai saat ini belum ada yang menyatakan diri optimis target ini akan terwuujud. Berikut ada penggalan berita (tempointeraktif) dari seorang wapres tentang cita-cita ini. Meskipun beritanya sudah agak lama (2005) tapi masih cukup menarik untuk direnungkan.

"Kalla: Indonesia Sehat 2010 Belum Bisa Terwujud"

Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, visi Indonesia sehat 2010 belum bisa terwujud jika masyarakat tidak dilibatkan dalam menjaga kesehatan dan lingkungan.

Untuk itu, pemerintah daerah dan masyarakat perlu mengembalikan lagi unsur-unsur baik yang pernah hidup pada era Presiden Soeharto, seperti revitalisasi Posyandu, penggiatan dokter Puskesmas, Apotik Keluarga, Jumantik (Juru Pemantau Jentik) dan Mantri Kesehatan.

Jika masyarakat dilibatkan dalam menjaga kesehatan dan lingkungan, kata Kalla, jumlah kasus-kasus kesehatan yang dialami masyarakat saat ini, seperti AIDS, kematian bayi dan ibu, dapat diturunkan.




Kalla: Indonesia Sehat 2010 Belum Bisa Terwujud
Kamis, 08 Desember 2005 | 15:55 WIB

TEMPO Interaktif, Subang:Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, visi Indonesia sehat 2010 belum bisa terwujud jika masyarakat tidak dilibatkan dalam menjaga kesehatan dan lingkungan.

Untuk itu, pemerintah daerah dan masyarakat perlu mengembalikan lagi unsur-unsur baik yang pernah hidup pada era Presiden Soeharto, seperti revitalisasi Posyandu, penggiatan dokter Puskesmas, Apotik Keluarga, Jumantik (Juru Pemantau Jentik) dan Mantri Kesehatan.

Jika masyarakat dilibatkan dalam menjaga kesehatan dan lingkungan, kata Kalla, jumlah kasus-kasus kesehatan yang dialami masyarakat saat ini, seperti AIDS, kematian bayi dan ibu, dapat diturunkan.

Dia mengatakan, kesehatan jangan diartikan secara sederhana, yaitu yang berhubungan dengan urusan dokter dan rumah sakit. “Dokter dan rumah sakit adalah terminal akhir,” kata dia saat memberikan sambutan pada upacara puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-41 di Subang, Kamis (8/12).

Dalam usaha menjaga kesehatan masyarakat, ia meminta agar program-program kesehatan disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan masing-masing daerah. “Tidak usahlah pakai motto gizi berimbang. Pakai saja 4 sehat 5 sempurna yang lebih dimengerti masyarakat,” jelasnya.

Dia juga mengimbau para gubernur, bupati, dan wali kota agar aktif dalam program kesehatan masyarakat. “Karena otonomi harus bertujuan mensejahterakan masyarakat,” imbuhnya.

Selengkapnya »»

Kamis, Juli 17, 2008

Akhirnya Kelar Juga


"Ah, akhirnya kelar juga...". Itulah kalimat pertama yang ku ucapkan ketika selesai ujian di bagian bedah, salah satu bagian paling lama, paling cape, paling menegangkan di pendidikan kedokteran. Khusus di fakultas kedokteran bagian bedah memberlakukan penguji sebanyak 3 orang. Jadi, untuk lulus dari bagian bedah haruslah melewati ke tiga penguji tersebut. Dan ketiga penguji berasal dari 3 sub divisi yang berbeda-beda.


Divisi bedah urologi, bedah onkologi, dan bedah anak adalah penguji yang kudapatkan. Dibagian bedah urologi, ujian berlangsung hanya satu hari dan satu kali, tetapi hasilnya sangat menegecewakan. hanya nilai 60 yang kuterima (standar urologi <55:tidak lulus, 55-70: C, 70-85 : B, dan > 85 : A). Dengan nilai seperti itu maka predikat C yang kudapat. Tetapi hal yang menggembirakan adalah ketiga nilai dari sub divisi akan digabung dan itulah nilai akhir yang akan didapat

itulah sisi positif dari 3 penguji, nilai bisa saling menutupi. Tetapi hal yang patut menjadi pertanyaan adalah kenapa tiap penguji memberikan nilai yang berbeda? apakah tidak ada standar baku yang bisa menjadi parameter untuk memberikan penilaian? ataukah strategi memberlakuakn 3 penguji adalah langkah taktis para kaum "muda" karena tidak mampu menegur kaum "tua"?

Yah, setidaknya inilah wajah pendidikan kedokteran Indonesia hari ini, khususnya difakultas kedokteran unhas. tidak ada visi yang sama dalam mebawa fakultas ini kedepan menjadi kendala tersendiri untuk membuat fakuktas ini menjadi maju. perseteruan antara klinik dan preklinik secara implisit sampai hari ini masih terlihat. bagian klinik menyatakan bahwa preklinik tidak tahu medan lapangan sehingga dalam memberikan pengajaran tidak ngonteks. tetapi bagian preklinik selalu menyatakan inilah model terbaik didunia hari ini.

Terlepas dari hal diatas, yang menjadi objek dari kebijakan adalah mahasiswa kedokteran yang sedang menempuh pendidikan. Tetapi apa yang terjadi diunhas hanyalah potret kecil dari sistem pendidikan kedokteran diindonesia. Apakah kita hanya tinggal diam dengan keadaan seperti ini? Dokter soetomo seandainya masih hidup dalam zaman sekarang mungkin akan menyatakan "tidak". Bagaimana dengan generasi soetomo? Mm... I think we have same answer with soetomo... right?

makassar, 18 Juli 2008
Selengkapnya »»

Kamis, Juli 10, 2008

Dunia Tanpa Koma


Dunia tanpa koma, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk suatu rutinitas yang selalu kita laksanakan. rutinitas ini sifatnya manoton. hari ini seperti ini, esok seperti ini, dan lusa seperti ini pula.

Umunya, aktifitas seperti ini umumnya dilakukan oleh orang2 yang sudah punya pekerjaan tetap dan hasilnya cukup menjanjikan. Ataukan hal ini sering dilakukan oleh orang-orang yang pasrah akan keadaan.


Mengurangi Sisi Kreatif
pada orang2 seperti ini umunya mereduksi sisi kreatif yang mereka miliki. hal ini bagaikan pedang yang tidak pernah digunakan. lama kelamaan akan berkarat dan rapuh serta tidak bisa digunakan lagi. ide kreatif akan muncul ketika sering diasah. bagi orang2 yang pasrah sisi ini tidak akan terasah.
maka beruntunglah orang2 yang selama ini selalu mengasah ide kreatifnya dan memiliki dunia yang dinamis, selalu diselangi koma dalam hidupnya.

Selengkapnya »»

Senin, Juli 07, 2008

Ujian Bedah


Merupakan minggu k sepuluh di bedah, saat nya untuk kumpul berkas. berkas yang diumpulkan meliputi enam buah status, satu buku hijau kecil (katrol ugd dan luar negeri, satu buku hijau besar (katrol subdivisi), dan referat.

Pukul 10.00 wita berkas ku kumpul. pak zai menyambut dengan kata2 "kanapa baru kumpul sekarang?" lalu ku jawab "habis ka dr LB (labuang baji) pa, minta izin". beliau memaklumi. setelah itu, pak zai mengeluarkan kertas kecil dan mulai menjalankan mesin ketiknya.
Ternyata surat itu adalah surat persetujuan ujian yang ditandatangani oleh gubernur coas (residen);meskipun sampai sekarang belum jelas hubungan coas dengan residen secara struktural akademik;. Hal selanjutnya yang harus dilakukan yaitu mencari gubernur coas dan meminta tanda tangannya.

Setelah dihubungi, ternyata gubernur coas masih di kamar operasi dan kami menunggu sampai operasinya selesai. sekitar pukul 15.00 kami menemui gubernur coas dan dengan beberapa petuah beliau memberikan kami tanda tangan, yang juga berarti selesai juga proses pengurusan berkas kami.

selasa, 8 juni 2008
Pagi-pagi, pak zai sudah berada di UPF Bedah. mendahului kedatanganku yang mau mengambil ujian pengungi. terlihat dua orang temanku lebih duluan datang, mereka sudah menyerahkan kembali berkas yang kmaren di urus kepada pa zai. ini adalah syarat untuk mengikuti proses pengundian.
Setelah mengumpulkan berkas, pak zai menginformasikan akan melakukan proses pengundian pada pukul 09.00. Aku dan teman-teman yang mununggu tadi ke pergi ke kantin untuk mengisi perut yang kosong dan berencana kembali pukul 09.00.
saat short story ini ku posting, aku masih berada di kantin untuk mangisi perut yang kosong dan tentunya untuk online.

Upf Bedah.
Selengkapnya »»

Rabu, Maret 12, 2008

Menggugat Uji Kompetensi Dokter


“Tidak adil…!!!” itulah kata yang terlontar dari seorang peserta uji kompetensi. “ Kita sudah cape cape kuliah, eh setelah lulus di uji pula” yang lainnya juga berkomentar.

Beberapa saat yang lalu, uji kompetensi dokter untuk kali kedua kembali dilaksanakan. Pesertanya adalah para dokter lulusan terakhir ditambah dengan para peserta uji komepetensi sebelumnya yang dinyatakan tidak lulus. Sesuai rencana, uji kompetensi ini berselang tiap tiga bulan.

Menurut konsep dasarnya, pelaksanaan uji kompetensi berpangkal dari amanah undang-undang praktik kedokteran (UUPK) yang mengaharuskan dokter untuk memiliki surat sertifikasi kompetensi dan selalu meningkatkan kemampuannya (mutu). Hal ini akan berujung pada konsep long life learning untuk seorang dokter. Tentunya, ketika ditinjau dari segi tujuannya maka ini merupakan hal yang sangat bagus. Tetapi, yang jadi masalah adalah ketika ditinjau dari segi praktiknya.

Pertanyaan mendasarnya adalah siapa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap barang yang baru keluar dari pabrik? Tentunya, pabrik bertanggung jawab seratus persen. Bahkan ada yang sampai memberikan garansi karena yakin barangnya berkualitas sehingga yakin tidak akan terjadi kerusakan. Pun seandainya ada barang yang rusak, maka pabrik berkewajiban memperbaiki barang tersebut. Barulah setelah itu disebar di pasar.
Ketika analogi ini kita bawa kepada dokter yang baru lulus dari institusi pendidikan, maka sewajarnyalah institusi yang bertanggung jawab penuh terhadap lulusannya ( produk). Institusi memiliki wewenang untuk meluluskan ataupun tidak. Karena institusi pendidikan adalah institusi resmi yang ditunjuk oleh Negara untuk melaksanakan pendidikan. Tentunya pendidikan yang bermutu. Karena, mustahil rasanya suatu institusi tidak bermutu bisa meluluskan sarjana yang bermutu.

Long life learning

Menurut peraturan yang berlaku, peserta uji kompetensi adalah semua dokter yang akan menurus surat izin praktik ( SIP ) kedokteran. Tanpa melihat sudah pernah memiliki ( perpanjangan ) ataukah belum ( baru ). Tetapi pada praktiknya, penekanan sepertinya diarahkan kepada dokter yang baru lulus dengan alasan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi ( STR ). Hal ini menjadi ironis ketika di kaitkan dengan tujuan awal diberlakukannya uji kompetensi, yaitu konsep long life learning. Karena, dokter yang baru lulus adalah dokter yang baru saja menjalani proses pendidikan. Tentunya konsep long life lerning sangat mengena. Jadi kenapa harus di uji lagi.

Kompetensi

Ada pendapat yang mengatakan bahwa belum tentu orang yang baru lulus itu berkompeten. Sehingga harus dilakukan uji kompetensi. Ini seharusnya terjawab dengan pemberian ijazah oleh institusi pendidikan kepada peserta didiknya. Hal ini menandakan bahwa peserta didik telah memenuhi standar kompetensi dari institusi pendidikan. Dan institusi pendidikan adalah institusi resmi yang mendapat izin dari Dikti untuk menyelenggarakan pendidikan. Tidak terkecuali dengan fakultas kedokteran.
Sebagai penjaga mutu dari suatu institusi, pemerintah melalui departemen pendidikan telah membentuk badan akreditasi nasional. Yang bertugas untuk mengklasifikasi suatu institusi pendidikan berdasarkan hasil capaian yang telah dilakukan. Apakah kinerja badan ini telah dipertanyakan, sehingga pemerintah “tidak percaya” lagi terhadap hasil luaran suatu institusi pendidikan.

Selain itu, yang menjadikan hal ini ironis karena pelaksanaannya setelah seseorang keluar dari institusi pendidikan. Ini mengandung arti institusi pendidikan seolah-olah “cuci tangan” terhadap peserta didiknya. Dan ini berarti bahwa ijazah yang diberikan tidak memiliki arti apa-apa. Selayaknya ujian bagi dokter yang baru lulus dilaksanakan sebelum sang dokter menerima ijazah. Karena ketika sang dokter tidak lulus ada tanggung jawab secara struktural untuk membimbing kembali. Tetapi ketika dilasanakan seperti sekarang ( setelah lulus ), maka tidak ada sama sekali tanggung jawab secara struktural, melainkan hanya secara moral sebagai orang yang pernah dididik.

Salah satu yang menjadi ketidak adilan dalam uji kompetensi ini adalah proses belajar yang dijalani dokter yang baru lulus selama enam tahun sebelumnya hanya dinilai dalam satu hari. Seandainya pada saat hari ujian dokter yang bersangkutan sakit ataukah ada hal hal yang tidak diduga terjadi sehingga mereka tidak bisa ikut uji kompetensi. Maka, sebagai akibatnya mereka tidak bisa menyelenggarakan praktik kedokteran ( bersentuhan dengan pasien ). Dan harus menunggu ujian kompetensi selanjutnya untuk kembali mengikuti ujian. Dan ketika menyelenggarakan praktik tanpa lulus uji kompetensi maka akan dianggap melakukan mal praktik ( UU praktik kedokteran pasal 29 ayat 1 dan 75 )

Solusi

Sebenarnya, untuk meningkatkan mutu dan penerapan konsep long life learning maka yang harus di standarisasi adalah institusi pendidikannya. Bukan hasil dari institusi tersebut. Karena kompetensi akan didapat dari proses yang terjadi selama pendidikan berlangsung.

Ketika kita percaya dengan sistem pendidikan kedokteran yang kita miliki sekarang mampu menghasilkan dokter yang bermutu, maka tidak seharusnya kita ragu dengan dokter yang kita miliki. Akhir-akhir ini banyak sekali institusi pendidikan membuka fakultas kedokteran tanpa mempertimbangkan aspek suprasturktur dan infrastruktur yang dimiliki. Alasannya lebih kepada keuntungan materi semata.

Ditahun 2004 tercatat terdapat sekitar 35 institusi yang memiliki fakultas kedokteran. Hanya dalam kurun waktu dua tahun( tahun 2006), meningkat menjadi lebih dari 55 institusi yang memiliki fakultas kedokteran. Dan masih banyak lagi institusi yang “ meng-antri “ untuk membuka fakultas kedokteran.

Jadi, jangan korbankan dokter yang baru lulus hanya karena proses pendidikan yang dianggap tidak bermutu. Tetapi kita harus membenahi langsung keakar permasalahan. Prinsipnya adalah institusi pendidikan kedokteran harus berkompeten, untuk mendidik calon dokter yang berkompeten. Dan jangan luluskan ( beri ijazah ) bagi dokter yang dianggap belum berkompeten.

Hanya dibutuhkan keberanian dari sang pengambil kebijakan dalam hal ini dinas departemen pendidikan dan institusi terkait untuk menggulangi masalah ini.

Apakah kita berani?

Selengkapnya »»