Kamis, Juli 17, 2008

Akhirnya Kelar Juga


"Ah, akhirnya kelar juga...". Itulah kalimat pertama yang ku ucapkan ketika selesai ujian di bagian bedah, salah satu bagian paling lama, paling cape, paling menegangkan di pendidikan kedokteran. Khusus di fakultas kedokteran bagian bedah memberlakukan penguji sebanyak 3 orang. Jadi, untuk lulus dari bagian bedah haruslah melewati ke tiga penguji tersebut. Dan ketiga penguji berasal dari 3 sub divisi yang berbeda-beda.


Divisi bedah urologi, bedah onkologi, dan bedah anak adalah penguji yang kudapatkan. Dibagian bedah urologi, ujian berlangsung hanya satu hari dan satu kali, tetapi hasilnya sangat menegecewakan. hanya nilai 60 yang kuterima (standar urologi <55:tidak lulus, 55-70: C, 70-85 : B, dan > 85 : A). Dengan nilai seperti itu maka predikat C yang kudapat. Tetapi hal yang menggembirakan adalah ketiga nilai dari sub divisi akan digabung dan itulah nilai akhir yang akan didapat

itulah sisi positif dari 3 penguji, nilai bisa saling menutupi. Tetapi hal yang patut menjadi pertanyaan adalah kenapa tiap penguji memberikan nilai yang berbeda? apakah tidak ada standar baku yang bisa menjadi parameter untuk memberikan penilaian? ataukah strategi memberlakuakn 3 penguji adalah langkah taktis para kaum "muda" karena tidak mampu menegur kaum "tua"?

Yah, setidaknya inilah wajah pendidikan kedokteran Indonesia hari ini, khususnya difakultas kedokteran unhas. tidak ada visi yang sama dalam mebawa fakultas ini kedepan menjadi kendala tersendiri untuk membuat fakuktas ini menjadi maju. perseteruan antara klinik dan preklinik secara implisit sampai hari ini masih terlihat. bagian klinik menyatakan bahwa preklinik tidak tahu medan lapangan sehingga dalam memberikan pengajaran tidak ngonteks. tetapi bagian preklinik selalu menyatakan inilah model terbaik didunia hari ini.

Terlepas dari hal diatas, yang menjadi objek dari kebijakan adalah mahasiswa kedokteran yang sedang menempuh pendidikan. Tetapi apa yang terjadi diunhas hanyalah potret kecil dari sistem pendidikan kedokteran diindonesia. Apakah kita hanya tinggal diam dengan keadaan seperti ini? Dokter soetomo seandainya masih hidup dalam zaman sekarang mungkin akan menyatakan "tidak". Bagaimana dengan generasi soetomo? Mm... I think we have same answer with soetomo... right?

makassar, 18 Juli 2008

Tidak ada komentar: